Langsung ke konten utama

Kisah Kakek penjual Amplop

http://bandarpokerv.co.nf/

FAKTA NYATA ~ Kisah ini mengenai seorang kakek yang tak gentar berjuang melawan kerasnya ekonomi dengan berjualan amplop Di Sekitaran Masjid Salman ITB. Kisah Ini di tulis oleh seorang Dosen ITB. Di saat modern seperti sekarang, Amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, Tak jarang, Kakek ini pulang dengan tangan kosong karena jualannya tidak laku.

Mari Kita simak kisah "Kakek Penjual Amplop Di ITB"


Setiap berjalan ke arah masjid Salman ITB, Saya selalu melihat kakek Tua yang duduk terpekur di samping dagangannya. Sepintas barang jualannya itu terasa "ANEH" diantara pedagang lainnya yang umumnya berjualan Makanan, Pakaian, DVD bajakan dan barang-barang kebutuhan lainnya. Dia menjual kertas amplop yang sudah di bungkus di plastik, barang yang hampir sudah tidak diperlukan lagi di zaman yang serba elektronis ini...

Siapa sih yang mau membeli Amplop Itu? dagangannya yang tidak kunjung laku itu menimbulkan rasa Iba. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid salman seolah tidak memperdulikan kehadiran kakek tua itu.

Suatu hari, Ketika hendak shalat jumat saya sudah berjanji akan membeli amplopnya usai shalat. Meskipun sebenarnya saya juga tidak membutuhkan amplop tersebut. Seusai Shalat saya menghampiri kakek tersebut. Saya tanya berapa harga amplop nya dalam satu bungkus plastik itu. "Seribu",Jawab kakek tua dengan lirih.

Harga sebungkus amplop berisi sepuluh lembar tersebut hanya Seribu rupiah saja? Uang Seribu yang tidak terlalu berarti untuk kita, Tetapi sangat berarti baginya. Saya berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. " Saya Beli ya pak, Sepuluh bungkus", Kata Saya.



Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. 

Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. 

Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.


Pesan : Bersedekahlah Kepada Siapa Saja,Tanpa memandang mana yang harus di bantu dan mana yang pantas untuk di bantu ☺



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tukang Kayu Dan Arlojinya

FAKTA NYATA ~ Suatu Hari, Saat ketika seorang tukang kayu sedang bekerja, Dengan tidak sengaja Ia menjatuhkan Arlojinya dan terbenam di antara tumpukan serbuk kayu yang tinggi.